Sayap yang Tak Pernah Patah
Oleh: Guru Muhsin, Kontributor
Mencinta sejati, sejatinya seperti sayap cinta yang tak pernah patah. Kalau cinta berawal dan berakhir pada Allah, maka cinta pada yang lain hanya upaya menunjukkan cinta pada-Nya, pengejawantahan ibadah hati yang paling hakiki: selamanya memberi yang bisa kita berikan, menyayangi orang-orang yang senantiasa Istiqomah bersama ajaran kita dan membahagiakan orang-orang yang kita cintai.
Dalam makna memberi itu posisi kita sangat kuat: kita tak perlu kecewa atau terhina dengan penolakan, atau lemah dan melankolik saat kasih kandas karena takdir-Nya. Sebab di sini kita justru sedang melakukan sebuah “pekerjaan jiwa” yang besar dan agung: mencintai.
Alhamdulilah proses ini yang kerap kuteladani dalam membersamai anak-anak didik yang kelak kuharapkan akan mencariku di pintu surga.
Ketika raga ini terasa lelah dan jenuh dengan rutinitas yang kerap berulang, tingkah anandaku di kelas yang membuat mengelus dada, dan beragam jenis keinginan yang harus terpenuhi dalam satu waktu. Namun semuanya tetap dapat berjalan dengan indah karena kutahu tak ada yang sia-sia selama tetap dalam koridor-Nya.
Menjadi seorang guru adalah panggilan jiwa yang tak perlu kusesali karena begitu banyak manfaat yang kurasay, tak perlu kuumbar di medsos karena kutahu anak-anak ku akan senantiasa mengenangnya, dan tak perlu kubanggakan di dunia karena ganjaran di akhirat kuyakin jauh lebih elok.