Sarjana Kimia yang Banting Setir Menjadi Guru

Sarjana Kimia yang Banting Setir Menjadi Guru

“Setiap anak memiliki potensi yang luar biasa, tugas kita sebagai guru bukan hanya mengajarkan materi, tetapi juga membimbing mereka menemukan dan mengembangkan potensi terbaiknya. Pendidikan harus memanusiakan manusia, inklusif untuk semua, dan membangun masa depan yang lebih baik”

Jakarta – Epong Utami, seorang perempuan yang penuh dedikasi terhadap pendidikan, telah memimpin School of Human sejak 2019. Penunjukan ini merupakan amanah besar yang diberikan kepadanya oleh dua tokoh penting dalam dunia pendidikan, Almarhum Babe Andi Budimanjaya dan Almarhum Baba Munif Chatib. Seiring dengan tanggung jawabnya sebagai Kepala Sekolah, Epong juga melanjutkan pendidikannya dengan menempuh studi S2 Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta, menunjukkan komitmennya untuk terus mengasah ilmu dan kemampuan demi mendukung perkembangan pendidikan.

 

Perjalanan Epong dalam dunia pendidikan bukanlah sesuatu yang direncanakan sejak awal. Saat masih kuliah di jurusan Pendidikan Kimia, menjadi seorang guru belum pernah terlintas dalam pikirannya. Namun, semuanya berubah ketika ia berada di semester 7. Kala itu, Epong aktif di BEM kampus dan ikut membantu divisi pendidikan mengadakan acara bertajuk “Harmoni Cinta Guru.” Acara ini berhasil menghadirkan Anies Baswedan, pendiri Gerakan Indonesia Mengajar, sebagai pembicara utama. Saat mendengar kisah dan misi dari Indonesia Mengajar, hati Epong tergugah. Momen itu membuatnya mulai memahami betapa pentingnya peran seorang guru, apalagi saat itu ia telah mulai mengajar Kimia di Sekolah Teknik Menengah (STM), yang menantang karena mata pelajaran tersebut cukup sulit bagi siswa SMK.

 

 

Setelah terinspirasi oleh Gerakan Indonesia Mengajar, Epong memberanikan diri untuk mendaftar sebagai pengajar di program tersebut, namun sayangnya ia belum berhasil lolos. Kegagalan ini tidak membuatnya patah semangat. Justru, Epong terus mencoba dan kemudian mendaftar di program SM3T (Sarjana Mendidik di Daerah Terluar, Tertinggal, dan Terdepan) yang membawanya ke pengalaman mengajar di pelosok negeri. Di saat yang bersamaan, ia juga mendaftar di Sekolah Guru Indonesia (SGI) yang dikelola oleh Dompet Dhuafa. Ujian masuk ke SGI dilakukan pada bulan Ramadhan, dan meskipun jarak perjalanan dari Jakarta Barat ke Parung, Bogor cukup jauh, Epong tetap melakukannya dengan penuh semangat. Perjalanan yang melelahkan justru semakin menguatkan tekadnya untuk mengabdikan diri di dunia pendidikan.

 

 

Selama pelatihan di SGI, Epong mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Pelatihan SGI berlangsung selama enam bulan di SMART Ekselensia Indonesia, sebuah sekolah di bawah naungan Dompet Dhuafa yang berlokasi di Parung, Bogor. Selama masa pelatihan, Epong dan rekan-rekannya diajak untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan mengajar mereka dengan metode-metode yang inovatif. Suasana pelatihan yang islami dan penuh semangat semakin memperkaya pengalaman Epong. Salah satu peran penting yang ia emban selama pelatihan adalah menjadi ketua tim Mading (Majalah Dinding), sebuah tanggung jawab yang awalnya tampak sederhana, namun pada akhirnya membuka ruang bagi Epong untuk mengekspresikan ide-ide kreatifnya.

 

 

SGI tidak hanya memberikan pelatihan teknis tentang mengajar, tetapi juga menanamkan nilai-nilai kerelawanan dan pemberdayaan sekolah berbasis masyarakat. Di sana, Epong belajar berbagai metode pengajaran yang efektif, cara membuat ice breaking yang menyenangkan, hingga kemampuan memimpin di tengah tantangan. Semua keahlian ini tidak ia dapatkan selama kuliah dan menjadi bekal yang sangat berharga dalam kariernya sebagai pendidik. Selain itu, peserta SGI juga diberikan kesempatan untuk magang di sekolah-sekolah berprestasi. Epong sendiri ditempatkan di SDN Bantar Jati 9 Bogor, sebuah sekolah dengan sistem pengelolaan yang sangat baik. Pengalaman ini memperdalam pemahaman Epong tentang bagaimana sekolah dapat menjadi tempat yang lebih inklusif dan inovatif.

 

Pengalaman magang ini tidak berhenti di situ. Setelah magang di Bogor, Epong ditempatkan di Sambas, Kalimantan Barat, untuk mengajar di SDN 04 Sempadian. Di sini, ia menghadapi berbagai tantangan baru, termasuk mengelola mading kelas, kreasi display serta menghias ruangan perpustakaan, dan mengelola arsip buku-buku secara detail. Semua tantangan ini membuat Epong semakin yakin bahwa menjadi guru adalah panggilan hidupnya. Ia bahkan bekerja sama dengan NGO lokal, Sedekah Sambas, dan terlibat dalam berbagai kegiatan sosial yang memperkaya pengalamannya sebagai seorang pendidik.

 

Tahun 2015 menjadi tahun yang penting bagi Epong, saat ia menyaksikan awal mula berdirinya School of Human di Cibubur-Bekasi. Sekolah ini didirikan oleh Munif Chatib, seorang tokoh pendidikan yang dikenal sebagai “revolusioner” melalui karyanya seperti “Sekolahnya Manusia” dan “Gurunya Manusia.” Epong menjadi bagian dari tim pertama yang dipercaya untuk mengelola sekolah ini. Namun, memulai sesuatu yang baru tentu bukan tanpa tantangan. Pada awalnya, School of Human harus bersaing dengan sekolah-sekolah swasta lain di Cibubur yang sudah lebih mapan dan memiliki fasilitas lengkap. Namun, School of Human menawarkan sesuatu yang unik—sebuah konsep pendidikan berbasis keluarga, di mana para siswa memanggil guru-guru mereka dengan sebutan akrab seperti Kak, Om, dan Bude, menciptakan suasana yang hangat dan dekat.

 

Di tahun kedua berdirinya, School of Human mulai menerima siswa berkebutuhan khusus, sebuah langkah yang menegaskan komitmen sekolah terhadap inklusivitas. Menurut Epong, menerima siswa dengan berbagai kebutuhan berbeda menantang para guru untuk menyusun pembelajaran yang disesuaikan dengan kondisi setiap siswa. Konsep ini sangat revolusioner, sejalan dengan visi Munif Chatib tentang pendidikan yang memanusiakan manusia.

 

Selain menjalankan perannya sebagai kepala sekolah, Epong juga aktif mengikuti berbagai pelatihan dan seminar pendidikan. Beberapa pencapaian yang diraihnya antara lain memenangkan Simposium Guru yang diselenggarakan oleh Kemendikbud pada tahun 2015, menjadi Pemuda Pelopor Pendidikan tingkat DKI Jakarta pada 2016, menjadi Top Nominees Paragon Awards Bidang Pendidikan pada 2021 serta menjadi perwakilan Indonesia dalam program Pelatihan ROOTS oleh NAMA Foundation tahun 2018 yang diikuti 7 negara muslim. Tidak hanya itu, pada tahun 2023, Epong meraih Bronze Medal di International Teachers Olympiad diikuti kurang lebih 80.000 guru seluruh dunia, sebuah penghargaan yang semakin meneguhkan posisinya sebagai salah satu pendidik berprestasi di Indonesia.

 

Bagi Epong, pendidikan inklusif adalah salah satu kunci untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Ia percaya bahwa setiap anak, tanpa memandang kondisi mereka, memiliki potensi besar yang harus dikembangkan. Epong juga berharap agar para guru di seluruh negeri, baik di perkotaan maupun pelosok, dapat terus menemukan potensi terbaik mereka dan mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks. Dengan semangat seperti itu, Epong yakin bahwa pendidikan Indonesia dapat menjadi lebih strategis dan berdampak.

 

Facebook
Twitter
LinkedIn

Slide
BAKTI NUSA Siap Lepas 57 Penerima Manfaatnya dalam National Mission Bogor – BAKTI NUSA…
Apresiasi National Mission 2021, Anies Baswedan: “Sebuah Semangat yang Amat Baik” Bogor – Apresiasi…
Will it be Worth It? Will it be Worth It? – Long story short,…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *