Sepenggal Cerita Sang Guru

Sepenggal Cerita Sang Guru

Oleh: Ira, Kontributor

Tiap kali memasuki bulan November saya merasakan nuansa yang berbeda. Peringatan Hari Guru Nasional yang jatuh di bulan ini kerap kali menghadirkan suasana tak biasa. Banyaknya apresiasi dan doa yang disampaikan bukan hanya memunculkan kebahagiaan, namun memantik untuk berefleksi lebih jauh agar senantiasa amanah dalam menjalani peran sebagai seorang guru. Sebuah peran dengan tanggung jawab besar untuk mencetak generasi pewaris negeri yang berkarakter.

Kurun waktu 14 tahun berjibaku menjadi guru SD memberikan berjuta pengalaman melalui beragam peristiwa. Ada kalanya hal itu menggembirakan, mengharukan, mengherankan, menyedihkan, atau menyebalkan. Peristiwa-peristiwa yang terjadi khususnya dalam ruang kelas membuat kemampuan mengajar saya makin terasah. Semuanya berkontribusi menguatkan saya untuk terus melangkah dalam memberikan yang terbaik bagi seluruh siswa.

Salah satu kejadian yang kerap muncul adalah terkait perselisihan antar siswa. Peristiwa ini sering timbul hanya karena hal sepele. Bisa pula karena ketidaksengajaan atau kesalahpahaman. Keberagaman siswa dari berbagai sisi terkadang jadi pemicu adanya konflik. Bagi anak yang sifatnya tenang akan lebih mampu mengendalikan dirinya, memaafkan kekeliruan yang ada, dan melupakan kesalahan orang lain dengan cepat. Namun, bagi siswa yang reaktif amat mudah terpancing emosinya sehingga suasana menjadi keruh.

Saya pernah memiliki siswa yang gemar berbagi dan suka berkompetisi, tapi punya sifat mudah marah. Ketika ada temannya yang melakukan sesuatu dengan maksud bercanda, sering ia bereaksi dengan umpatan dan tindakan fisik sehingga menimbulkan pertikaian. Hal ini menyebabkan teman-teman enggan bermain dengannya. Ketika diobservasi diketahui bahwa kedua orang tuanya memiliki sifat yang sama, sering marah dengan cara berteriak.

Di kelas saya pernah ada juga siswa yang inisiatif dalam menjalankan tugas dan sering tepat waktu saat mengikuti kegiatan. Namun, ia kerap egois dan mudah tersulut emosinya. Anak tersebut senang bercanda dan menggoda orang lain, tapi ketika ada hal yang tak disetujuinya maka akan langsung terpantik semangat duelnya.

Ada pula siswa yang senang menghibur dan jiwa kepemimpinannya tinggi, tapi ia suka melakukan perundungan terhadap kawan-kawannya. Perilaku negatifnya tidak hanya dilakukan kepada anak-anak yang aktif seperti dirinya, tapi juga diarahkan ke anak yang pendiam dan pemalu. Perbuatannya ini sempat mengakibatkan renggangnya hubungan antar orang tua siswa.

Saya pun pernah mempunyai siswa yang punya sifat pendiam, tapi sering bereaksi di luar perkiraan. Hal ini terjadi ketika ada teman yang melakukan sesuatu, tapi tidak sesuai dengan yang ia inginkan. Ia akan mudah berteriak histeris sambil melempar sembarangan barang-barang yang ada di sekitarnya. Sering kali saya butuh bantuan guru laki-laki untuk memeganginya guna menghentikan tindakannya.

Menangani anak-anak seperti di atas ibarat bermain layang-layang. Ada masanya menarik dan ada saatnya mengulur, karena mereka akan mudah menjauh jika guru kurang bijak dalam menyikapi masalah yang terjadi. Pendekatan yang saya lakukan diantaranya dengan melakukan coaching sebagai upaya memahami kebutuhan, perasaan, dan harapan mereka sebagai siswa. Langkah ini juga dalam rangka mengajak anak untuk berefleksi dan mampu memberikan solusi atas masalahnya sendiri, sehingga siswa tidak merasa terbebani.

Saya sering ajak anak-anak itu berbincang dari hati ke hati agar mereka merasa bahwa gurunya menyayanginya dan menginginkan kebaikan untuk dirinya. Saya berupaya menerapkan konsep segitiga restitusi dalam menumbuhkan disiplin positif pada diri mereka dengan cara menstabilkan identitas, memvalidasi tindakan yang salah, dan menanyakan keyakinan yang telah disepakati. Hal ini bertujuan memunculkan motivasi intrinsik sehingga siswa menjadi anak yang lebih baik dalam berperilaku.

Koordinasi dengan orang tua dari siswa-siswa tersebut pun dilakukan sehingga ada kolaborasi dalam menangani masalah yang ada hingga mendapat solusi yang tepat. Menyamakan persepsi dengan rekan guru lain agar seirama dalam menyikapi kejadian juga dilaksanakan guna memudahkan dalam menyelesaikan permasalahan.

Perlu kesabaran dari tiap proses yang dijalani demi membuahkan hasil sesuai harapan. Sebagai guru, saya terus berupaya secara optimal dalam mendampingi siswa dan menangani tiap masalah yang terjadi. Berharap siswa-siswa saya dapat menikmati proses belajar di sekolah dan menjalaninya dengan bahagia karena diiringi hubungan yang sehat dengan sesama temannya. Semua anak saling menyayangi dan menghargai serta mampu mengesampingkan ego diri.

Slide

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *