Untuk Diriku Selepas Ramadan
Oleh: Avicenna M. Andiya, Alumni BAKTI NUSA 10
Kita telah berpisah dengan bulan suci Ramadan 1443 H. Lantas ingatkah kita apa saja yang telah kita lakukan selama sebulan?
Ingatkah kita, saat sedang berjibaku dengan berbagai kerjaan, tiba-tiba ada teman yang menghampiri kita. Awalnya, kita hanya membahas betapa susahnya pekerjaan yang sedang kita hadapi. Kita membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Namun tanpa kita sadari, terselip omongan tentang atasan hingga rekan kerja lainnya. Seolah, gibah menjadi energi untuk menyelesaikan pekerjaan yang sulit.
Ingatkah kita, ketika sedang dalam mengurus pekerjaan atau dalam perjalanan, berkumandang azan. Awalnya, kita sempat tergerak ingin segera ke rumah Allah. Akan tetapi, dengan mudahnya kita memutuskan untuk menunda salat tepat waktu dengan dorongan satu kata ajaib. ‘Nanggung’, kata ajaib yang menjadi pembenaran kita, Nanggung, sebentar lagi selesai, Nanggung sebentar lagi sampai rumah. Alhasil, ketika tetap bersikukuh melanjutkan kegiatan, ternyata kita terbuaikan dengan kegiatan itu. Hingga waktu sebentar itu berubah menjadi satu jam atau bahkan dua jam.
Ingatkah kita, ketika ingin beristirahat di akhir pekan, sekadar merebahkan badan melepas penat dan kantuk. Istirahat dulu, setelah itu semangat kejar target tilawah. Awalnya, hanya tertidur satu hingga dua jam. Namun karena kalah oleh gravitasi kasur, seketika kita memilih tidur kembali. Hingga melalaikan tugas di rumah atau pekerjaan yang masih belum selesai (yang diniatkan dikerjakan di akhir pekan). Jangankan tilawah, bahkan shalat lima waktu pun terlalaikan.
Ingatkah kita, ketika puasa mengajarkan untuk mengendalikan hawa nafsu kita. Namun, setelah azan Maghrib berkumandang, kita malah berubah drastis. Seketika pengendalian rasa lapar dan haus selama sehari hilang berubah menjadi ‘semangat buas’ untuk melahap habis segala makanan dan minuman yang tersedia di depan mata. Salat Maghrib ditunda karena belum puas dengan santapan yang ada, lalu saat salat Isya dan Tarawih sudah kekenyangan tetapi sulit (malas) bergerak seolah tak ada tenaga.
Ingatkah kita, sesungguhnya kematian itu pasti. Belum tentu kita akan bertemu Ramadan kembali di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, ‘Untuk Diriku’, ingatlah cukuplah kematian menjadi nasihat. Maka segeralah berbenah dan bertaubat. Tidak perlu menunggu Ramadan untuk menjadi baik. Teruslah memperbaiki sejak kamu membaca tulisan ini. Ketika Allah mengizinkanmu ‘melewati sebelas bulan yang akan datang’, bertemu dengan bulan Ramadan kembali, maka ingatlah pesan hari ini diriku. Jangan sampai engkau mengulang kelalaian yang sama dari tahun sebelumnya. Muliakanlah Ramadan dengan memaksimalkan amal kebaikan sehingga kita dapat menjadi golongan orang-orang yang bertakwa.