Sejak Muda Berani Mandiri Finansial
Oleh: Diki Febrianto, Kontributor
Salah satu problematika aktivis adalah finansial. Mulai dari orde lama, pun sampai pada hari ini masa reformasi, masalah finansial aktivis menjadi masalah yang cukup pelik dan menggangu fokus serta mempengaruhi gesitnya para aktivis untuk bergerak. Tak jarang, idealismenya dibuang ketika terpikat tipuan materi, yang sebelumnya hidup matinya hanya untuk bermanfaat bagi masyarakat, tiba-tiba berubah menjadi ular berbisa menghisap rakyat, mengambil jalan pintas untuk berdaya secara finansial dengan menghalalkan segala cara. Fenomena itu bukanlah suatu opini tanpa dasar. Kita melihat deratan aktivis 1998 yang dahulunya berada digaris rakyat, ketika menjadi pejabat di lembaga negara rupanya tak beda dengan pejabat orde baru, sama saja, sama-sama korupsi, bahkan memiliki trend korupsi berjamaah.
Maka dari itu, penting bagi aktivis muslim untuk memperhatikan faktor finansial. Karena ketika kita membaca sejarah, mata kita akan melihat fenomena hebat kejayaan umat Islam yang diraih dengan persiapan yang matang dalam segala lini, baik itu bekal ilmu, modal (finansial) dan jaringan. Jika merujuk pada pandangan Hasan Al-Banna, salah satu karakter aktivis Muslim adalah qadiirun ‘alal kasbi (mandiri secara finansial), menjadi indikator yang harus diperhatikan setiap muslim. Bukan tanpa alasan, setiap sesuatu yang bergerak membutuhkan energi, membutuhkan support dan hal itu tentu berkaitan dengan materi yang cukup, bukan malah kekurangan.
Mari kita bedah finansial perjuangan Rasulullaah dan Sahabatnya ketika meletakkan pondasi agama baik itu locusnya di Mekah ataupun di Madinah. Pertama, kita akan berkenalan dengan khalifah pertama yaitu Abu Bakar Asshidiq, merupakan sahabat yang paling dicintai Rasulullaah. Karena totalitasnya dalam berjuang bersama Rasul. Selain dikenal dengan sabarnya, Abu Bakar dikenal sebagai orang kaya yang sangat dermawan, baik itu pada masa Islam-nya, atau pun sebelumnya.
Kedua, kita mengenal Umar Ibn Khattab, sosok Sahabat yang dikenal keras, tegas dan kaku ini ternyata memiliki kekayaan yang cukup besar. Tak hanya bermodalkan fisik dan kecerdasannya sahaja, Umar memiliki modal finansial yang kuat, yang cukup dominan membantu perjuangan dakwah Rasulullaah. Ketiga adalah Ustman Bin Affan, Khalifah ketiga ini memiliki kekayaan yang cukup besar pula. Wafatnya meninggalkan warisan yang banyak pada anak cucunya, dan hingga saat ini wakafnya sumur Bi’ru yang dibelinya dari orang Yahudi terus menebar manfaat dan dengan rekening Ustman atas nama Bin Affan terus naik drastis memberi manfaat untuk umat di Arab Saudi. Dari keempat khulafarrasidin, hanya Ali Bin Abu Thalib yang memiliki finansial tidak terlalu besar. Namun, Ali dikenal ahli ilmu.
Selain Abu Bakar, Umar dan Ustman, nama Sahabat lain yang tak kalah terkenal dalam bisnis adalah Abdurrahman bin ‘Auf, kaya sejak di Mekah, dan dihadapkan pada peristiwa berat yakni harus hijrah ke Yastrib, dengan keimanan yang kuat terhadap Allah dan Rasulnya, Abdurrahman bin ‘Auf meninggalkan semua kekayaannya dan bertawakal kepada Allah, dengan naluri bisnis yang sudah sudah tertanam kuat didalam dirinya, seketika Abdurrahman bin ‘Auf kembali menjadi saudagar sukses di Madinah dengan dibantu pinjaman saudara Anshor Sa’ad bin Rabi.
Dalam perjuangan tidak hanya cukup dengan ghiroh saja. Tidak cukup dengan pemikiran cemerlang, strategi, ikhlas dan totalitas dalam berjuangan, tidak cukup. Modal finansial menjadi prasyarat untuk berjuang dalam medan pertempuran.
Karena itu, sudah seharusnya kita mulai memikirkan usaha apa yang harus dipersiapkan sejak sekarang. Menyicil kegagalan di masa muda sangat diperlukan dalam dunia bisnis yang penuh persaingan. Mempelajari sembari praktik langsung seluk beluk usaha yang tidak dilakukan secara instan layaknya pekerjaan lain.
Aktivis harus kaya, tidak mendikotomi antara orang berilmu, dan menjadi aktivis, karena teladan kita Rasulullaah adalah saudagar yang kaya raya, pun demikian para sahabatnya. Memulai sejak hari dunia bisnis akan mengurangi jerih payah di masa tua. Dari sekarang menanam dimasa tua memanen. Pun dalam mencari ilmu butuh modal finansial, berjuang untuk umat baik non partai membutuhkan modal finansial, apalagi masuk melalui partai sangat membutuhkan modal finansial. Pembangunan infrastruktur, pemberdayaan masyarakat, peningkatan sumber daya manusia pun demikian membutuhkan modal finansial.
Sedari dari sekarang sudah mulai aksi untuk memiliki usaha supaya mandiri secara finansial, bermnafaat untuk keluarga, tetangga, dan masyarakat, dengan sarana finansial, ilmu dan perjuangan membela rakyat tertindas (mustadh’afin).