Pemuda dan Intelektualismenya
Oleh: Kiki Dwi Setiabudi, Konributor
Aktivitas masyarakat dalam bidang agama menjadi sebuah alat untuk menunjang kehidupan di dalam masyarakat, titik tekan sisi apatisme yakni kurangnya kepeduliaan dan sikap curiga menjadi sebuah hambatan di dalam kontributor dalam menjalankan tugas dan peran kongkrit kepada civitas akademika dan masyarakat secara umum. Intelektualisme mahasiswa dewasa ini hanya terkesan terarah pada segi pemikiran yang ditopang kemampuan rasio berpikir masing-masing individu, hal ini menjadi hal yang musti diperhatikan yang harapannya mampu menjawab kesan utopis ketika dari kegiatan serta peran dari intelektualitas ini mampu menjawab permasalahan umat pada tataran sosial dan realitas di Indonesia. Hal ini juga yang menjadi sebuah keniscayaan bagi agenda besar Integritas dan Kolaborasi faham dan haroqah di dalam agama Islam untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Intelektualitas dan pemahaman akan realitas yang menjadi aspek kuat dalam menjawab permasalahan beragam yang baik dan benar sesuai tuntunan Rasulullah melalui wahyu Al-Qur’an di dalam tubuh para generasi muda saat ini.
Perilaku dan pola pikir para pelaku konsep dan teknis di dalam berorganisasi dan bermuamalah menjadi sebuah hal yang harus dicermati, aspek ini menjadi krusial ketika adanya pola pikir yang mendasari pada aktivitas di dalam organisasi. Efek dan permasalahan yang ditimbulkan dari adanya masalah atau penyimpangan konsep yang salah ini atau konsepsi pola pikir yakni ketika menjalankan misi dan visi hidup, yakni menjadi sebuah sebab akibat adanya akar permasalahan yang timbul dalam beraktivitas dan berproses di dalam berdinamika, beragama, dan bernegara.
Berkaca dari realitas yang ada, bahwasanya keberagaman dalam kultur lingkungan dan masyarakat khususnya di dalam kepemimpinan Indonesia seharusnya mampu membuat pemuda berpikir dan memutuskan untuk memiliki kemampuan sebagai seorang pemimpin yang mampu beradaptasi dan mampu membaca dinamika sosial yang memberi kebermanfaatan dalam membuat formulasi dan metode yang digunakan untuk berkontribusi melalui bidang keahlian disiplin ilmu yang saya miliki. Hal ini yang saya perhatikan dalam mengandalkan konsep dan pendekatan teknis, demikian pula yang musti saya ilhami ketika saya akan memimpin di Jama’ah Shalahuddin yakni untuk berusaha terjun langsung di dalam anggota. Konsep ketulusan (ikhlas) serta pemahaman substansi dan paham logika organisasi dalam berdinamika harus saya miliki, agar menjadi perhatian sehingga akan memudahkan dalam mengelola dan mengembangkan sebuah organisasi untuk menjalankan fungsi dan tugasnya untuk dapat kontribusi kepada bebermanfaatan orang banyak.
Allah berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “ Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Allah Berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (QS. Al Baqarah : 30)
Bersandar pada ayat di atas, sebagai pemuda penerus tongkat estafet rasanya kita perlu berusaha dan berpikir untuk memimpin Indonesia, seperti yang disampaikan Nabi Muhammad saw.: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain.” Shalih Al-Jami’ No 3289 (Hadis Hasan). Hadis ini memberikan penekanan dan motivasi agar pemuda mampu mengaplikasikan nilai berorganisasi dan berinteraksi dalam Jama’ah Shalahuddin dengan cara ahsan (baik).