Filantropi Kaum Muda di Jalan Welas Asih
Jakarta – Dalam lima tahun terakhir keterlibatan kaum muda dalam kegiatan filantropi meningkat secara signifikan, keterlibatan kaum muda ini mengubah peta dan pola filantropi di Indonesia.
Kebanyakan pemuda mendirikan atau menjadi relawan yayasan atau komunitas bahkan social enterprise yang berorientasi memberikan dampak kepada masyarakat. Aksi-aksi sosial terbukti efektif menjawab berbagai permasalahan hingga ke akar rumput. Gerak bebas dan tak banyak terjerat sistem birokrasi membuat langkah aksi sosial bisa lebih cekatan. Inovasi dan kreasi lebih mudah tercipta.
Hanya saja, menurut Sri Utami, alumni awardee Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA), dalam kurun dua tahun terakhir minat mahasiswa terhadap organisasi maupun gerakan kepemudaan relatif menurun. Hal tersebut dikarenakan adanya berbagai tawaran prestise menggiurkan yang seringkali membuat mahasiswa harus menggeser prioritasnya.
“Keterlibatan dalam aksi-aksi sosial dan kepemudaan kian menyepi. Ini menjadi PR tersendiri untuk organisasi/komunitas supaya lebih adaptif dan “berhubungan harmonis” dengan anggota. Memastikan agar anggota mendapatkan manfaat walaupun tidak secara materi,” kata Sri Utami.
Sri sendiri merupakan pendiri Eduaksi, sebuah komunitas pendidikan yang berfokus membantu siswa SMA/sederajat agar dapat melanjutkan pendidikan tinggi. Bersama teman-teman alumni SMAN 1 Boyolali ia bertekad membantu siswa daerah agar #SemuaBisaKuliah.
“Eduaksi ialah refleksi saya sebagai pemuda yang ingin berkontribusi untuk masyarakat. Kami berusaha menjadi cahaya mimpi yang tak terbatas, kami yakin kreativitas dan optimisme mampu bersatu mendobrak batasan yang ada, tidak ada penghalang untuk kita bisa bermimpi sebesar apapun,” jelas Sri.
Sri yang saat ini mengambil Magister Geografi di Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan jika pemuda berperan penting dalam pendidikan transformatif (Transformative EduAction) sebagai agen perubahan, inovator, dan partisipan aktif dalam proses pendidikan serta aksi sosial. Mereka menjadi agen perubahan dengan memiliki kesadaran kritis untuk mengidentifikasi masalah sosial dan mencari solusi melalui tindakan nyata, serta mengadvokasi kebijakan lebih baik.
Sebagai alumni awardee BAKTI NUSA yang digembleng lewat ragam pengayaan kompetensi mumpuni ia berkeinginan supaya pemuda memiliki kesadaran kritis. “Berdasarkan pemikiran Paulo Freire, pemuda yang terdidik secara transformatif memiliki kesadaran kritis terhadap realitas sosial, mampu mengidentifikasi akar masalah ketimpangan, dan mencari solusi nyata,” lanjut Sri.
Sri berharap ke depannya para pemuda bisa memberikan pengaruh dan semangat agar nilai-nilai kemanusiaan tetap terjaga melalui berbagai aksi-aksi nyata.