Menanti Pemuda Sang Pemimpin

Menanti Pemuda Sang Pemimpin

 

Jakarta – Selama masa berdirinya Indonesia sebagai entitas negara, telah banyak cobaan kepemimpinan yang dihadapi yang kemudian menimbulkan kondisi-kondisi baru dalam kepemimpinan. Presiden Republik Indonesia telah mengalami pergantian sebanyak 7 kali sejak kemerdekaannya pada 1945. Domain-domain kepemimpinan pun diperluas hingga ke daerah-daerah dalam bentuk otonomi, sehingga melahirkan aktor-aktor lokal yang juga berperan besar dalam pembangunan.

 

Namun menurut Bagas Prata, Penerima Manfaat Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA) 12,  semakin banyak domain kepemimpinan di republik ini, semakin banyak pula ‘pemimpin’ yang terpilih tanpa memiliki modal-modal kepemimpinan ideal.

 

“Perspektif filosofis para pemimpin beberapa waktu terakhir ini, nilai-nilai dan visi bukanlah yang pertaruhan utama saat kontestasi pemilihan pemimpin baru. Materialisme telah mendarah daging pada masyarakat akar rumput. Selain itu, sebagai warisan kolonial, mental pangreh dan ambtenaar masih    melekat kuat dalam diri bangsa ini. Pendekatannya selalu menyoal previllege, hak istimewa dan kekuasaan, dan itu kompak dipertontonkan oleh elit birokrasi yang sudah bak raja-raja kecil maupun masyarakat awam yang mendewakannya,” ungkap Bagas.

 

Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) Februari 2021 menyebutkan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintah berada di bawah gubernur dan wali kota/bupati. Pada kondisi yang lain lagi ada pula kepemimpinan yang tidak memiliki kesatuan suara, sehingga pesan-pesan kepemimpinan menjadi bias dan terkadang masyarakat bahkan tidak merasa memiliki pemimpin.

 

“Bangsa ini sudah sangat rindu akan kondisi kepemimpinan ideal, di mana modal-modal kepemimpinan ditanam dan tumbuh subur pada kondisi-kondisi kepemimpinan yang juga mendukung. Saat ini, krisis kepemimpinan bangsa Indonesia sudah muak menjadi tontonan masyarakat,” terang Bagas

 

Ia menambahkan, menjadi catatan khusus bagi pemuda dan mahasiswa menyiapkan serta menyambut momentum kepemimpinan sebagai aktor utama. Maka hal terbaik yang bisa dilakukan sebagai upaya menyambutnya adalah menyiapkan dengan apik modal-modal kepemimpinan: Visi, nilai, keberanian, kebijaksanaan, kepercayaan dan suara.

 

“Gelanggang kepemimpinan terbuka lebar dan pemuda serta mahasiswa hari ini memiliki kebebasan penuh untuk terlibat aktif di dalamnya. Adapun sebagai medan latihan dan pengejawantahan ide, tersedia amat banyak kantong masyarakat yang dapat dijadikan ladang pembinaan guna mengasah nilai-nilai tersebut,” ungkap Bagas. “Selama menanti reinkarnasi kepemimpinan ideal, marilah kita bertanya, sudahkah kita memantaskan diri untuk menjadi pemimpin. Sebab cepat atau lambat kitalah yang memikul beban kepemimpinan itu dan alangkah lama penderitaan ibu pertiwi jika pada saat jatuh tempo nanti, kita tak menyiapkan dengan matang modal-modal kepemimpinan,” tutupnya.

 

Slide

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *