Kuncinya Literasi Sahabat Pendidikan
Oleh: Muhammad Nasir, Penerima Manfaat BAKTI NUSA
Di era globalisasi yang bergulir saat ini secara kasat mata menunjukan bahwa banyak sekali tantangan dalam bebagai aspek kehidupan, dampak yang ditimbulkan dari tantangan tersebut dapat bersifat konstruktif dapat pula sebaliknya, ditambah lagi dengan perkembangan teknologi yang semakin masif telah membawa pergeseran pada kebudayaan serta perilaku umum masyarakat yang semakin kompleks, tak dapat dipungkiri bahwa dengan kondisi dunia yang tak kenal batas saat ini memicu persaingan dalam berbagai bidang, persaingan bukan hanya antar sesama bangsa sendiri namun juga dengan bangsa lain.
Maka sudah menjadi suatu keniscayaan bagi bangsa Indonesia agar senantiasa berupaya meningkatkan kualitas dan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) secara berkelanjutan, karena peradaban modern yang bergulir saat ini dipastikan hanya akan menjadi milik SDM yang dapat beradaptasi melalui kemampuan intelektualitas bernas dan mumpuni. Sudah menjadi pekerjaan rumah bahwa pendidikan adalah yang utama karena dewasa ini sudah saatnya ditekankan pada pendidikan bermutu untuk semua (equality education for all). Sesuai dengan cita-cita bangsa yang terangkai dalam tujuan pembentukan NKRI yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut menjaga ketertiban dunia, dari cita-cita NKRI tersebut basis pengukuran berbagai upaya dan kinerja kebangsaan, terutama pendidikan adalah sebagai episentrumnya.
Salah satu kunci dari segala ilmu pengetahuan dan teknologi ialah kemampuan literasi, jika mengambil pengertian istilah literasi dari National Institutute For Literacy adalah kemampuan orang untuk membaca ,menulis dan keterampilan komunikasi, maka literasi adalah seperangkat keterampilan yang nyata khususnya kemampuan kognitif, patut disadari bahwa saat ini Indonesia mempunyai pekerjaan besar untuk mengevaluasi dan membenahi kondisi budaya literasi yang ada di masyarakat secara menyeluruh dalam setiap lapisan usia masyarakat, baik usia dini, remaja hingga usia produktif dan tak menutup kemungkinan untuk lansia, fenomena rendahnya budaya literasi dikalangan masyarakat indonesia sejatinya perlu dilakukan kebulatan ikhtiar segenap komponen untuk memperbaiki kerangka budaya literasi agar tak mengalami efek degradasi literasi yang berkelanjutan, karena dengan kemampuan literasi yang meningkat akan membawa kualitas masyarakat yang baik pula, Multiple effect yang ditimbulkan akan membantu negara dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di segala aspek kehidupan.
Amanat Pendiri Bangsa
Mendefinisikan makna mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang tertuang dalam amanat pembukaan konstitusi NKRI yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa pada masanya memperlihatkan betapa pemimpin pada masa perjuangan kemerdekaan telah secara presisi memproyeksikan bahwa pendidikan adalah parameter yang menentukan perjalanan bangsa kedepannya, sehingga digoreskan dalam konstitusi sebagai salah satu amanat bagi negara untuk mewujudkannya, tujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan memerdekakan jiwa manusia Indonesia seutuhnya sungguh pun telah nampak jelas dalam pemikiran salah satu bapak bangsa yaitu dalam pikiran-pikiran Ki Hadjar Dewantara pada masa kemerdekaan, berbagai konsepsi kemanusiaan di bidang pendidikan telah beliau lahirkan melalui berbagai pemikiran yang jitu sebagai jabaran falsafah pancasila dan amanat UUD 1945. Diantara pemikiran Ki Hadjar Dewantara tersebut adalah proses pendidikan yang beliau anggap sebagai proses pembudayaan serta proses emansispasi dan humanisasi, sesuai dengan tantangan sosio-historis masyarakat, dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa untuk visi pembangunan pendidikan nasional harus berorientasi terhadap transformasi bangsa dengan berkaca pada warisan pendidikan dalam tradisi masa lalu Indonesia, peluang masa kini serta keampuhannya menganstisipasi tantangan dan perkembangan zaman saat ini hingga nanti.
Untuk mencapai transformasi pendidikan dalam setiap bidang keilimuan sebagaimana yang dicita-citakan oleh pendiri bangsa maka perlu deretan kerja sama semua elemen masyarakat yang paling utama adalah peranan para perintis muda untuk secara komprehensif berperan mengampanyekan pentingnya budaya literasi dalam menciptakan insan manusia yang berkualitas sebagai investasi jangka panjang guna mencapai sasaran yang dicita-citakan dalam amanat konstitusi. Saat ini hendaknya menjadi momentum koreksi untuk dalam mengembangkan dan menanamkan budaya literasi bagi setiap lapisan generasi karena literasi adalah kunci peradaban.
Permasalahan yang Tersisa
Kehendak menjadikan generasi bangsa yang unggul yang didasari kegigihan untuk menatap masa depan yang lebih baik terlebih dahulu yang mesti dipatrikan ialah berilmu, upaya sadar ini perlu dilakukan untuk menciptakan bangsa indonesia yang bermartabat karena kemajuan ilmunya, pada kondisi hari ini upaya untuk meningkatkan mutu SDM terkendala oleh masalah klasik yang sampai saat ini belum tuntas terselesaikan, jika dirumuskan secara konseptual bahwa dalam pembelajaran suatu ilmu kemampuan membaca,menulis serta menyampaikan dengan keterampilan komunikasi bahasa yang baik adalah suatu keniscayaan.
Beberapa kesempatan fakta memperlihatkan bertolak belakangnya harapan dan kondisi di lapangan, di mana masyarakat secara umum dari berbagai lapisan seperti yang dikatakan oleh sang pujangga Taufik Ismail bahwa saat ini masyarakat Indonesia masih rabun membaca dan pincang menulis. Budaya minat baca masyarakat Indonesia dapat ditelaah dari survei yang dilakukan United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 2012, indeks minat baca masyarakat Indonesia baru mencapai angka 0,001, artinya dari setiap 1.000 orang Indonesia hanya ada 1 orang saja yang punya minat baca. Beberapa tahun berikutnya studi dari Most Literred Nation in the world 2016, yang diliris pada 9 Maret 2016 menunjukkan data yang sangat mencengangkan bahwa minat baca dikalangan masyarakat Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Indonesia berada di bawah Malaysia yang berada pada posisi 53 , Thailand di posisi 59 dan di atas Bostwana di posisi terbawah. Sedangkan untuk budaya menulis jauh lebih rendah lagi karena mengingat membaca dan menulis adalah kegiatan yang saling mempengaruhi karena hampir mustahil seseorang menulis jika tidak suka membaca karena membaca adalah referensi untuk melakukan kegiatan menulis, fakta pun menunjukkan bahwa jumlah terbitan buku di Indonesia tergolong rendah, tidak sampai 18.000 judul buku per tahun. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan Jepang yang mencapai 40.000 judul buku per tahun, India 60.000, dan Tiongkok sekitar 140.000 judul buku per tahun, jika dibandingkan dengan jumlah penduduk masing-masing negara tersebut, produksi terbitan buku Indonesia tergolong rendah. Kondisi seperti ini hendaknya agar dapat menjadi perhatian serius untuk dibenahi agar tak menjadi petaka di kemudian hari.
Menyiapkan Generasi Cendikia
Sebagai generasi bangsa yang akan melanjutkan estafet perjuangan dan perjalanan bangsa dan seluruh rakyat Indonesia agar dapat meraih keunggulan bangsa di era persaingan global, perjuangan tersebut juga harus didasari juga sebagai niat memelihara identitas dan kepribadian bangsa Indonesia agar dapat terus berdiri kokoh dengan kedaulatannya agar diperhitungkan dalam pergaulan antarbangsa. Maka dibutuhkan kemunculan tokoh-tokoh pemuda pelopor dalam upaya merekonstruksi pemecahan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa khususnya dalam hal peningkatan budaya literasi dengan tiga tahapan jitu.
Pertama, tahap pembiasaan, menciptakan barikade pemuda literasi yang selalu siap untuk terjun langsung ke tengah-tengah masyarakat dengan semangat mendorong setiap lapisan generasi mengampanyekan pengembangan budaya baca, kampanye pengembangan budaya baca dengan kegiatan menstimulus masyarakat luas umumnya dan khususnya kepada generasi muda melalui kegiatan menyenangkan dan edukatif untuk menanamkan kesadaran bahwa kegiatan membaca seharusnya bukan lagi hanya sebagai pengisi jika ada waktu luang namun hendaknya menjadi bagian dari meluangkan waktu untuk membaca dan dijadikan kebutuhan utama dalam kehidupan sehari-hari, baik berorientasi pada penyegaran pikiran atau hiburan maupun untuk perluasan wawasan pengetahuan, sehingga lambat laun masyarakat secara mandiri dapat menumbuhkembangkan kegiatan membaca sebagai kebutuhan dan sarana dalam peningkatan mutu kehidupannya.
Kedua, Pengembangan, bilamana budaya membaca telah tertanam dengan kokoh maka di dorong setiap lapisan usia di masyarakat untuk memproduksi teks sebagai bentuk upaya nyata mengembangkan konsep ilmu yang diperoleh dari kebiasaan membaca agar senantiasa dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan untuk kemajuan dan pengembangan ilmu , karena dengan budaya membaca yang kemudian diekspresikan dengan menulis ide,pendapat, gagasan dan perasaan maka lambat laun akan menghadirkan sikap manusia yang lebih berkualitas dan bermartabat.
Ketiga tahap pembelajaran bahasa sebagai alat komunikasi yang memiliki peran penting dalam hubungan kehidupan antar manusia, bahasa Indonesia yang dijadikan bahasa resmi negara yang dicantumkan dalam pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD RI 1945), bagi bangsa Indonesia bahasa Indonesia sesungguhnya telah melalui proses yang sangat bersejarah, bermula dari semangat dan rasa persatuan yang tinggi pada masa pergerakan menentang kolonialisme, pemuda indonesia dari berbagai pelosok tanah air bekumpul secara seksama membacakan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dengan menyatakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Sebagai bangsa yang lahir atas dasar perjuangan pahlawan yang telah mempersatukan bangsa Indonesia dari berbagai suku, ras, bangsa dan budaya dengan tekad berbahasa satu bahasa Indonesia maka sudah selayaknya menumbuhkan rasa kebanggaan yang luhur terhadap bahasa Indonesia dengan senantiasa menjaga dan memelihara kemurniannya. Setelah membaca dan menulis teks melalui tahap pembiasaan dan pengembangan penggunaan bahasa Indonesia maka akan menambah pengetahuan masyarakat akan bahasa Indonesia yang baik dan benar, selanjutnya masyarakat dan generasi muda di stimulus agar dapat komunikatif serta senantiasa menggunakan bahasa Indonesia dengan kaidah yang baik dan benar untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan yang didapatkan dari pembiasaan dan pengembangan literasi kepada lingkungan terdekatnya untuk menyebarkan luaskan secara komunikatif kepada masyarakat tentang manfaat kebiasaan membaca dan menulis sebagai tahap pembelajaran mandiri.
Mesti Berbenah
Indonesia telah berusia 77 tahun namun cita-cita negara mencerdaskan kehidupan bangsa masih terkendala rendahnya budaya literasi di masyarakat, hal ini akan berimplikasi terhambatnya upaya dalam pembangunan berkelanjutan karena rendahnya budaya literasi memengaruhi kualitas SDM yang tersedia, maka perlu usaha pembenahan secara bersama dalam peningkatan budaya sadar literasi secara luas kepada setiap lapisan masyarakat, dengan melibatkan segala komponen terutama melibatkan perintis muda peduli literasi untuk menanamkan kebiasaan membaca, menulis dan komunikatif di dalam kehidupan pergaulan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara sekaligus menjadi salah satu faktor yang akan menentukan ke mana arah bangsa ini ke depannya.