Langkah kaki kecil beriringan menapaki jalan-jalan dan memenuhi taman bermain di setiap sudut perumahan, tawa ceria yang melingkari senyuman mereka membuat mata seolah olah tak ingin berhenti untuk menyaksikannya . Tak jarang, langkah dan suara riang itu menghiasi kekhusyukan ibadah muslimin di masjid, tak jarang pula gelak tawa mereka bergantian sambil melompati anak-anak sungai saat guyuran hujan turun.
Namun, hanya segelintir anak-anak yang bisa menikmati itu semua. Ironinya, dibalik keceriaan anak-anak yang selalu ditampakkan didepan kita, banyak pula anak-anak lain yang tak beruntung menikmati keceriaan itu. Masih banyak anak-anak Indonesia yang mengalami kekerasan baik fisik maupun emosional yang menjadikan hari-hari mereka tak seceria anak lainnya. Kasus kekerasan yang menimpa anak-anak Indonesia kian merajalela.
Kasus kekerasan yang menimpa anak-anak Indonesia ibarat gunung es, yang tampak dan ketahuan oleh khalayak ramai hanya segelintir puncak, padahal kasus kekerasan yang disembunyikan masih menggunung dibawah permukaan laut.
Ironisnya lagi, kasus kekerasan ini bukan banyak dilakukan oleh orang yang tidak dikenal, malahan pelaku sendiri kebanyakan orang yang mereka kenal, mulai dari paman, kakek, hingga orang tua sendiri. Tercatat, di tahun 2013 sebanyak 70,68% anak laki-laki mengalami kekerasan fisik sedangkan 88,24% anak perempuan mengalaminya. Kekerasan emosional tak kalah tinggi, sebanyak 86,65% anak laki-laki dan 96,22% anak perempuan pernah mengalaminya ( berdasarkam usia 13-17 tahun ) . Berdasarkan laporan Global Report 2017 : Ending Violence in Childhood terdapat 73,7% anak Indonesia berumur 1-14 tahun yang mengalami pendisiplinan dengan kekerasan.
Miris memang, pendidikan karakter sangat diperlukan oleh orang tua untuk mendidik anak mereka, namun dengan kekerasan yang mungkin bisa dikatakan dengan permainan fisik bukan merupakan langkah yang tepat apalagi mental anak yang jauh dari kata dewasa.
Anak negeri harapan bangsa, itu slogan yang selalu kita gaungkan sebagai bentuk kepedulian terhadap perkembangan anak Indonesia, namun masih banyak anak-anak Indonesia yang tumbuh atas dasar kekerasan dan trauma yang dialaminya, sehingga sedikit banyak perilaku yang mereka lakukan cenderung negatif.
Satu hal lagi yang miris, bukan hanya tentang kekerasan fisik dan emosional, namun dengan terlalu memanjakan anak-anak juga menjadi faktor penentu kehidupan mereka kedepan, sudah banyak informasi mengenai tingginya angka kecenderungan anak bermain gadget dibandingkan belajar. Nah, ini salah satu hal yang juga dapat mematikan perkembangan anak kelak jika tak diatur dengan baik.
Mari kita gaungkan dan kampanyekan pentingnya pendidikan karakter dini kepada anak tanpa adanya kekerasan baik fisik maupun emosional. Lindungi hak-hak anak, lindungi mereka kejahatan orang-orang sekeliling kita, pantau terus setiap kegiatan yang anak-anak lakukan. Karena anak menjadi penentu arah bangsa dan negara kita kelak.