Titik Balik Hidup Seorang Rofai
Oleh: Ahmad Rofai, Kontributor
SMART Ekselensia Indonesia telah membawaku ke dalam dunia yang tak pernah kuduga sebelumnya. Tinggal jauh dari kasih sayang Ibu dan Ayah, kebersamaan keluarga yang begitu jauh dalam dirasa. Rasa rindu yang tiada terkira selalu merayap dalam segala malamku, dalam segala sepiku, pun dalam segala lamunanku.
Hari-hari pun berlalu. Kulihat sekelilingku. Lihatlah, begitu ceria sekali teman-temanku. Mengapa aku tak dapat seperti mereka, tetap tersenyum dan tertawa walau jauh dari rumah? Beginikah sikap yang harusnya aku miliki: tertawa riang meski jauh dari pandangan keluargaku? Tuhan, sungguh, aku tak yakin olehnya, kertasku selalu basah oleh air mataku ketika aku tengah menulis. Pandanganku selalu kosong pada saat sekelilingku tengah asyik bercanda ria satu sama lain.
Dalam keadaan rindu tiada tara yang tengah melanda, guru mengetahui kondisiku, hingga akhirnya dia menghampiriku dan bernyanyi, tertawa riang menyorotkan mata yang indah dengan ekspresi cantik tak dapat dikata.
Belajar dari ketiadaan
Belajar untuk kemandirian
Mengasah potensi,
Mengukir prestasi,
Bersama kita majukan negeri
Belajar hilangkan kebodohan
Bersama jauhkan kemalasan
Satukan asa, tekadkan jiwa, bersama kita meraih cita
Sekolah kami SMART Ekselensia
Kami dari Sumatra hingga Papua
Hanya satu tekad di dalam diri,
Menjadi pembelajar sejati
Glek! Sungguh kala itu tangisku tumpah ruah, mendengar lagu yang disenandungkan begitu semangat dengan polesan senyumnya yang begitu manis—pahlawan tanpa tanda jasaku.
“Itu benar sekali, Zah,” ucapku sambil mengusap mata.
Nyanyian itu telah menyadarkanku dari mimpi buruk berkepanjangan, yang telah menggerogoti semangatku, semangat untuk belajar, semangat untuk bermimpi. Begitulah hari-hari pertama yang aku rasakan saat tinggal dan bersekolah di sini. Sekarang, masa-masa lima tahun itu telah kulalui dengan tangis, canda, dan tawa bersama teman sepermainan dan seperjuanganku. Bertukar rasa, bertukar asa.
Lampuku yang dulu redup kini tengah bersinar kembali karena mereka yang kini telah menjadi bagian keluarga dalam hidupku. Bersama-sama melawan rasa rindu untuk tetap belajar demi masa depan yang telah kami impikan. Mimpiku yang hampir sirna kini kembali dan membentuk diriku menjadi tangguh tiada tandingan.
Dari sekian banyak cerita, cita rasa, dan segala asa yang aku dapatkan di sekolah tercinta ini, ada satu yang ingin kubagi untuk adik kelasku di SMART yakni kenangan bersama teman se-Indonesia dalam sebuah acara kerja sama Dewan Perwakilan Rakyat dan Universitas Indonesia, yakni Parlemen Remaja 2012.
Cerita berawal dari sebuah lembaran berwarna kuning ukuran A3 dengan gambar latar belakang gedung kura-kura, tertulis besar-besar “PARLEMEN REMAJA 2012” yang diserahkan kepadaku oleh Ustaz Sucipto.
“Fai, ikutin sana, tulis esai, siapa tahu saja kamu keterima,” ajaknya.
Aku baca sebentar lembaran tersebut. Tertulis sebuah syarat untuk dapat mengikuti acara itu. Acara diperuntukkan bagi siswa-siswi SMA sederajat, diimbau untuk dapat mengirimkan karya tulis esai tentang pandangan mereka mengenai peran DPR terhadap kemajuan demokrasi di Indonesia, selanjutnya akan dipilih karya terbaik untuk mengikuti acara Parlemen Remaja 2012. Tanpa berpikir panjang segera aku mencari informasi, browsing internet untuk mencari bahan penulisanku.
Hari berlalu, telah kukirimkan karyaku bersama empat temanku yang juga tertarik. Hari-hari kulalui menunggu pengumuman, dan itu benar-benar telah banyak menyita waktuku. Aku begitu takut, deg-degan, dan gelisah. Semua bercampur aduk selama aku menunggu pengumuman.
Dua mingu berlalu. Hari itu adalah pengumuman esai terbaik yang berhak mengikuti serangkaian acara Parlemen Remaja 2012. Hari puncak campur aduk hatiku datang jua. Dengan langkah gontai beserta jantung yang berdenyut begitu cepatnya aku menuju layar komputer untuk membaca pengumuman. Kulihat daftar nama-nama siswa terpilih. Aku tidak menemukan namaku. Aku gulir mouse ke bawah, mataku tetap menelisik membaca satu per satu nama tertulis dan sesuatu telah membuatku tersentak!
Tertulis sebuah nama: Ahmad Rofai.
Alhamdulillah, ya Allah, segala puji bagi-Mu, namaku tertulis dalam jajaran nama siswa pembuat esai terbaik. Hari itu aku sungguh bahagia, tak pernah sedikit pun tebersit dalam pikiranku untuk dapat lolos seleksi. Segera setelah membaca, sontak saat itu juga aku letakkan keningku di atas lantai, bertasbih dan memuji-Nya sebagai tanda rasa syukurku atas kesempatan yang diberikan oleh-Nya untukku.
Telah tiba saatnya aku beserta ketiga temanku yang juga lolos seleksi pergi ke acara Parlemen Remaja 2012. Kami diantar Ustaz Wildan dengan mobil angkot langganan kami menuju tempat pertama acara, yakni Balai Sidang Universitas Indonesia. Cuaca begitu terik kala itu, ditambah lagi dengan pengapnya udara dalam angkot jelas membuatku perutku terasa mual. Untuk menghilangkan rasa mual, aku berusaha untuk tidur dalam angkot. Tak terasa ketika aku membuka mata, tujuan telah sampai.
Terlihat siswa-siswi tengah berbincang, saling berkenalan satu sama lain, berfoto-foto ria sembari menunggu acara pembukaan. Sedangkan kami, siswa SMART, hanya berempat, mengobrol sendiri, bermain sendiri. Tak sedikit pun rasa berani dari kami untuk dapat berkenalan dengan siswa-siswi lain. Bagaimana tidak, semua dari mereka memakai baju bagus dan bermerek pada saat kami hanya memakai seragam yang dibalut jas almamater sekolah kami. Mereka memegang kamera mewah masing-masing, sedangkan kami hanya membawa handycam kecil, yang hasilnya buruk jika digunakan untuk berfoto; satu untuk berempat pula. Mereka juga masing-masing membawa notebook, sedangkan handphone pun kami tak punya.
Cuek is the best-lah yang menjadi jargon utama kami kala itu. Kami tetap tidak peduli akan keglamoran mereka. Kami tetap rendah hati dan percaya diri.
Pukul 14.00, semua peserta dari seluruh penjuru Nusantara telah datang dan berkumpul dalam ruangan. Telah terpilih 132 siswa-siswi SMA se-Indonesia dari ratusan pengirim esai. Berbagai sambutan dan rangkaian acara pun telah terlewati.
Acara akan diadakan selama empat hari, tiga hari pertama kami menginap di Wisma DPR RI Griya Sabha Bogor. Satu hari terakhir menginap di Wisma Makara UI. Sekiranya inilah yang panitia sampaikan kepada kami. Setelah itu, terketuklah palu oleh ketua panitia bahwa acara Parlemen Remaja 2012 resmi dibuka. Riuh tepuk tangan membuncah sudah, membahana memenuhi ruangan beribu kursi itu.
Kini kurasakan betapa nikmat tiada tara dapat tidur di atas kasur yang begitu empuk, ber-AC, mencicipi mandi air panas dengan shower, menonton TV dengan puluhan channel tersedia.
Setiap pagi diawali dengan senam pagi di lapangan, kami berbaris, terlihat beberapa teman teriak, senyum, tertawa terbahak-bahak. Begitu pun aku, menunjukkan betapa bahagia sekali kami waktu itu.
Siang pun datang, saatnya kami bersiap menuju ruang rapat sidang DPR. Sungguh pertama kali aku memasuki ruangan itu, beribu rasa bangga mencuat dari dalam hatiku. Memakai jas hitam yang ketika kupakai tampak seperti eksekutif muda yang super penting dalam suatu tatanan negara.
Ruangan itu begitu luas dengan tembok ala bangunan luar negeri seperti yang selalu kulihat dalam film-film, berjejer ribuan kursi empuk berwarna cokelat dengan puluhan jejeran meja elegan di depannya. Sungguh tak bisa kugambarkan bagaimana keindahan serta luasnya ruangan bagi aku yang sejatinya hanyalah siswa papa.
Aku duduk di atas kursi empuk dengan tersodorkan mikrofon di depanku.
“Selamat datang para pemuda-pemudi gagah Indonesia!”
Sontak suara itu memecahkan suasana yang awalnya tenang menjadi membakar-bakar, sorak-sorai kami bersama tepuk tangan tumpah sudah.
Dua hari tepatnya kami di sana dipersiapkan untuk melakukan simulasi rapat sidang paripurna DPR. Kami diberi berbagai materi tentang apa itu DPR, bagaimana peran parlemen dalam sebuah negara, serta pemberian pengajaran dalam bentuk pelatihan tentang bagaimana rapat paripurna DPR dapat berlangsung.
Sungguh benar-benar di luar dugaanku, pelatihan-pelatihan yang mereka berikan kepada kami telah membuatku sadar bahwa butuh waktu seharian penuh atau bahkan puluhan hari untuk membahas suatu rumusan undang-undang. Penentuan judul suatu undang-undang saja begitu lama penyelesaiannya.
Pemberian materi beserta latihan-latihan kepada kami dilakukan dari jam delapan pagi sampai jam sembilan malam. Cukup melelahkan memang, namun herannya semua berjalan begitu menyenangkan sehingga tidak terasa waktu terus bergulir.
Di gedung kura-kura, pelaksanaan simulasi sidang paripurna DPR RI. Merupakan hari ketiga dari kegiatan ini, acara puncak dari sekian kegiatan yang kami jalani. Setelah subuh, telah tersedia bus yang siap mengantar kami menuju Senayan.
Sebelum ke tempat persidangan, kami menuju ruang tamu DPR terlebih dahulu. Seperti biasa ada sambutan dan acara pembukaan. Setelah itu, kami segera menuju ruang sidang paripurna. Berbagai pemeriksaan ketat pun terjadi. Tas kami disensor oleh alat pendeteksi, begitu pula dengan tubuh kami.
Benar-benar mataku tak dapat berkedip. Tempat sidang itu begitu luas. Deretan kursi terbagi atas fraksi-fraksi, kursinya pun empuk tak terelakkan, mikrofon tersedia di depan kami, tertempel di atas meja.
“Acara ini akan disiarkan di TVRI pukul 07.30,” ucap salah satu panitia kepada kami.
Segera aku menghubungi keluargaku di rumah (lewat ponsel yang dipinjamkan pihak asrama) untuk dapat menonton diriku, memakai jas hitam, duduk di atas kursi mewah berperan sebagai Dewan Perwakilan Rakyat.
Mungkin pengalaman ini biasa saja buat beberapa orang, namun tidak buatku. Ada satu pelajaran berharga yang telah aku dapatkan. Berdiskusi bersama anak-anak se-Indonesia dalam acara tersebut membuatku lebih aktif dan kritis selaku pelajar. Selain itu, aku tersadar bahwa selaku pemuda, aku merupakan agen perubahan dalam sebuah dinamika kehidupan.
Aku bersyukur atas berbagai pengalaman di SMART, ucapan terima kasih rasanya tak akan pernah cukup.