Membaca VS Menulis

Membaca VS Menulis

Oleh: Andi Ahmadi, Kontributor

Barangkali kita pernah-atau bahkan sering-mendengar nasihat dari motivator menulis yang mengatakan bahwa kunci untuk bisa menulis yang baik adalah dengan menulis, menulis, dan terus menulis. Tapi apakah benar dengan rajin menulis bisa menjamin tulisan kita menjadi bagus?

Ungkapan “bisa karena biasa” memang ada benarnya. Tapi untuk kasus menulis, itu belum didukung dengan hasil penelitian yang relevan dan bisa kita jadikan sebagai dasar. Stephen Krashen dalam bukunya The Power of Reading justru mengatakan sebaliknya; para siswa yang paling sering menulis bukanlah penulis yang terbaik. Loh, kok bisa?

Seorang penulis dan penggiat literasi dari AS, Jim Trelease, dalam bukunya The Read-Aloud Handbook mengemukakan bahwa penulis yang baik itu mirip pemain bisbol. Pemain bisbol harus bermain teratur, tetapi mereka menghabiskan sebagian besar waktu mereka baik di atas lapangan atau di pinggir lapangan, menonton pemain lain memukul, berlari, menangkap, dan melempar. Artinya, penulis yang baik akan melakukan hal yang sama—mereka menulis, selain itu mereka juga membaca lebih banyak, serta menyaksikan bagaimana orang lain melempar kata-kata untuk menangkap maknanya.

Apa yang disampaikan Jim Treleases tersebut seakan menyadarkan kita bahwa jika ingin menjadi penulis yang baik, alih-alih cuma memperbanyak menulis, justru kita harus lebih banyak membaca. Semakin banyak kita membaca, semakin bagus kita menulis. Setidaknya itu yang sudah dibuktikan oleh National Assessment of Educational Progress (NAEP): Writing Report Card. Salah satu kesimpulan dari penelitian yang dilakukan adalah para siswa penulis yang mendapat angka tertinggi bukanlah mereka yang menulis hampir setiap hari, melainkan para siswa yang membaca karena gemar membaca, siswa yang punya banyak materi cetakan di rumah, dan yang teratur menulis di kelas.

Apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi? Sederhana saja, bahwa awal mula kita bisa menulis adalah karena kita pernah membaca tulisan itu. Kita bisa menulis “ini Budi” karena kita pernah melihat tulisan itu. Contoh lainnya adalah kita akan kesulitan menulis tuisan feature jika kita belum sering melihat tulisan feature. Lalu bagaimana agar kita bisa sering melihatnya? Jawabannya adalah dengan kita membaca dan terus membaca.

Tulisan ini sejatinya bukan untuk menyarankan kita agar berhenti menulis atau melupakannya sama sekali. Tulisan ini justru ingin membuka pikiran kita, khususnya saya pribadi, bahwa untuk bisa menjadi penulis yang baik, latihan menulis saja tidak cukup, tetapi harus dibarengi dengan banyak membaca. Rumusnya: semakin banyak kita membaca, semakin bagus kita menulis.

Referensi:

Trelease, Jim. 2017. The Read Aloud Handbook Edisi ke-7. Jakarta: Noura.

Slide

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *