Dinamika WFH Guru Kala Itu
Oleh: Imtinanika Syahara, Kontributor
WFH atau kependekkan dari Work From Home adalah sebuah istilah yang tenar setelah merebaknya pandemi covid-19 atau virus corona beberapa tahun lalu. Virus yang datang tak diundang ini membuat pemerintah harus menerapkan kebijakan WFH bagi para karyawan untuk bekerja di rumah saja dalam rangka meminimalkan penyebarannya.
Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa (LPI DD) termasuk lembaga yang turut serta menerapkan sistem WFH bagi para karyawannya. Namun, tidak seperti kebanyakan lembaga atau perusahaan lain yang menerapkan WFH full bagi seluruh karyawannya, sebagian dari karyawan lembaga LPI DD masih tetap harus bekerja seperti biasanya. Hal ini dikarenakan lembaga ini memiliki beberapa jaringan program, salah satunya SMART Ekselensia Indonesia, sekolah kepemimpinan berasrama lima tahun yang siswanya berasal dari masyarakat marginal dari seluruh wilayah Indonesia.
Kala itu terdapat 192 siswa SMART yang sampai detik ini masih berada di asrama. Mereka tidak diperkenankan keluar dari area asrama sebagai zona aman. Mereka pun harus menghadapi kenyataan tak bisa pulang kampung menikmati hari raya bersama keluarga setelah satu tahun lalu mengalami perubahan kebijakan.
Bagaimana dengan proses KBM di SMART kala pandemi? Di tengah maraknya aplikasi meeting daring yang sedang naik daun sebagai media tatap muka virtual, guru dan siswa SMART urung melakukannya. Namun semangat memfasilitasi siswa SMART belajar masih membumbung tinggi.
Kami menggantikan proses itu dengan proses penugasan. Jadwal dirancang tidak sepadat biasanya, hanya dua mata pelajaran dalam sehari. Itupun dalam kurun waktu belajar yang cukup pendek, hanya satu jam untuk satu pelajaran dengan bobot penugasan yang disesuaikan. Sisanya anak-anak beraktivitas sesuai minat mereka, ada yang memilih untuk berolahraga, menyalurkan hobi memasaknya, berkreasi diruang jahit, bereksplorasi mencukur rambut teman-temannya, nonton TV, membaca novel atau komik favoritnya atau ada juga yang memilih rebahan sekadar leyeh-leyeh sembari bercerita bersama teman-teman.
Kami hanya datang disaat piket saja, sisanya mengikuti kebijakan bekerja di rumah. Guru piket mendistribusikan tugas pada ketua kelas dan mengumpulkannya kembali serta meletakan di meja guru pengampu untuk nanti diperiksa setelah jadwal piketnya ke sekolah tiba. Kami tak bisa dengan leluasa berinteraksi dengan siswa seperti biasanya. Aturan physical distancing harus diterapkan. Memakai masker, menjaga jarak aman dan rajin mencuci tangan. Setidaknya itu upaya yang bisa kami lakukan agar semua tetap aman.
SMART memang beda! Setidaknya itu yang selalu dirasakan. Di sini bukan tempatnya guru pencari perhatian, di sini bukan tempatnya guru penggila jabatan. Di sini adalah tempatnya guru yang senang membagikan kebersamaan.
Tuntutan wali murid (orang tua) yang menyerahkan sepenuhnya tanggung pendidikan anaknya di sekolah kepada gurunya tak pernah kami rasakan, melainkan kamilah yang berperan menggantikan posisi mereka baik di sekolah maupun di asrama. Beragamnya komentar mereka dengan segala beban tugas yang harus dikerjakan anak-anaknya dirumah pun tak kami dapatkan. Yang ada adalah titipan doa-doa tulus sepenuh hati agar anak-anak dan kami gurunya selalu dilindungi Allah Swt. di mana pun berada.