SMART Ekselensia Indonesia

Dari Guru Demi Menjawab Tantangan Global

Dari Guru Demi Menjawab Tantangan Global

Ditulis oleh: Syahtriyah, Pengajar di SMART Ekselensia Indonesia

Kenapa sih siswa SMART sedikit-sedikit diingatkan makan sambil duduk? Kenapa sih sering ditegur kalau atributnya tidak lengkap? Kenapa sih izin masuk labkom atau ke warnet susah? Kenapa sih harus salat berjamaah di masjid, kan di asrama juga tetap salat? Kenapa sih harus hapal-setor Qur’an tiap pagi? Semua aktivitas seolah selalu diawasi, bukan hanya di kelas, lapangan apel, labkom, masjid, koperasi, pantry bahkan sampai ke kamar kecil. Mereka sebagai siswa SMART Ekselensia Indonesia mungkin sering bertanya tentang ini ke teman-temannya, kakak kelas, bahkan ke guru-guru sambil merengut.

 

Nah, begini Sahabat Pendidikan….

 

Hidup di zaman teknologi yang berkembang pesat, tepat di saat kita sedang semangat-semangatnya belajar ini, memberikan kemudahan dalam memiliki alat komunikasi yang difasilitasi akses interconnection networking atau internet tentu melengkapi hampir semua yang kita butuhkan. Dengannya, kita dapat mengetahui banyak hal. Banyak jejaring yang menyediakan berbagai informasi didapatkan hanya dengan mengetikkan kata kuncinya.

 

Namun, beberapa fakta yang sudah kita ketahui bersama bahwa menurut Wearesoscial-Hootsuite dan kominfo.go.id, rata-rata orang Indonesia menggunakan gadget sekitar 8-9 jam per hari, di atas rata-rata pengguna di negara lain yang tidak lebih dari 7,5 jam . Media sosial adalah platform yang paling banyak diakses dimana tingkat kecerewetan di media sosial berada di urutan ke-5 dunia. Juara ya.

 

Korelasikan dengan minat membaca yang menurut World’s Most Literate Nations Ranked, Indonesia berada di rangking 60 dari 61 negara. Fakta lain, menurut UNESCO, dari 1000 orang Indonesia hanya ada 1 orang yang menjadikan membaca sebagai kebiasaan. Sebuah ironi dimana angka penggunaan gadget tinggi namun angka membaca rendah, mungkinkah ini yang menyebabkan kita mudah termakan hoax?

 

Nah, paparan internet untuk remaja usia 13-18 tahun ibarat mata koin, satu sisi menguntungkan tapi di sisi lain merugikan. Membahas satu sisi isu ini saja, akan muncul berbagai cabang tantangan global misalnya banjir informasi yang bercampur fakta dan hoax, apatis dan individualis, fomo, hingga pornografi.

 

Tiap detiknya informasi bisa datang dari berbagai portal daring secara acak, akibatnya terjadi banjir informasi antara yang fakta dan hoax. Tanpa mencari tahu kebenaran dan sumbernya dengan teliti, terkadang penggunanya langsung dikelabui dan membagikannya ke berbagai grup online yang ada. Bisa dibayangkan jika berita bohong tersebar besar-besaran dan menimbulkan kecemasan hingga perilaku kejahatan di masyarakat.

 

Sibuknya para pengguna gawai dengan sajian di dalamnya hingga menimbulkan kecanduan berakibat kurang baik terhadap kehidupan sosial. Kecanduan game berjam-jam dan nafsu ingin naik level sesegera mungkin, menyebabkan apatisme dan individualisme terhadap orang-orang di sekitar. Bagaimana jadinya masyarakat dengan remaja yang tidak lagi peduli, hilang rasa simpati pada kondisi orang lain yang penting dirinya bisa bebas melakukan apapun, terlebih lagi karena sibuk nge-game.

 

FOMO atau Fear of Missing Out atau takut ketinggalan berita atau tren-tren di sosial media, takut nggak update, menambah deretan tantangan ini. Kecanduan untuk selalu ikut tren akan melenakan dan menyibukkan pada hal-hal yang tidak esensial, perubahan suasana hati yang ekstrim, kesepian, minder bahkan depresi. Mengutip dari Tirto.id bahwa sebuah studi di Amerika Serikat menyatakan remaja 14 tahun di kawasan midwestern AS rentan mengalami FOMO. Para remaja usia tersebut takut dikucilkan dari kelompok sehingga sangat gelisah. Mereka pun takut tidak bisa mengakses media sosial karena hal itu membuat mereka merasa dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya.

 

Pornografi yang kerap muncul dalam iklan-iklan produk atau game daring menambah kegelisahan guru dan orang tua dalam mengawasi para remaja. Remaja yang sedang berada pada masa puber rentan terpapar konten-konten dewasa. Begitu dekatnya media sosial dan pornografi, hampir tak terhindarkan diaksesnya konten tersebut secara eksplisit. Rasa ingin tahu yang besar menjadi sasaran empuk pihak-pihak tak bertanggungjawab dari berbagai arah.

 

Beragamnya tantangan global yang dihadapi saat ini menuntut perhatian penuh dari para guru, orang tua dan pengambil kebijakan. Kita tidak bisa menutup mata betapa dekat dan halusnya bahaya yang akan timbul dan mendesaknya strategi yang dibutuhkan agar dapat menjadikan tantangan tersebut berdampak positif bahkan menjadi sumber kekuatan bagi masa depan.

 

Penggunaan labkom yang harus diawasi orang dewasa, izin keluar diperketat, makan sambil duduk, atribut seragam lengkap, wajibnya salat berjamaah dan hafalan Qur’an di masjid tentunya bukan untuk mengekang apalagi memenjarakan. Ada alasan yang besar dan berangkat dari visi agung agar di masa depan, tantangan global bisa diatasi, tidak gagap, kalah saing bahkan tersingkirkan.

 

Selain aturan ketat dan tegas, kita memiliki sepaket sikap bernama SMART Values, bagaimana berinteraksi pada lingkup kecil yang nantinya akan menjadi kebiasaan. Pada lingkup lebih luas akan menjadi kepribadian khas siswa SMART sebagaimana yang ingin dibentuk dan diharapkan para guru, orang tua, juga bangsa dan negara.

 

Values atau nilai-nilai seorang siswa SMART yang senantiasa ditanamkan adalah iman dan takwa, jujur, santun, peduli, disiplin dan sungguh-sungguh. Ke mana pun mereka pergi, sekurang-kurangnya dengan enam sikap ini, sudah cukup menjadi bekal dalam berinteraksi dengan beragam jenis sifat dan karakter manusia dari berbagai suku bangsa dan identitas lainnya di ranah global.

 

Visi yang diharapkan dari seorang siswa SMART adalah menjadikannya pemimpin bagi dirinya juga lingkungan serta bangsa dan negaranya. Dalam mencapai visi besar tersebut, perlu bekal yang cukup. Perlu berlatih untuk menjaga kualitas imtak, jujur, santun, peduli, disiplin dan sungguh-sungguh pada hal-hal yang sederhana dan dekat dengan keseharian sampai nanti kita terbiasa. Sikap-sikap positif yang sudah melekat dengan sendirinya akan mampu mengolah tantangan-tantangan yang lebih rumit dan besar.

 

Imtaq dengan menjalankan ibadah tepat waktu, shalat wajib 5 waktu di masjid, bersyukur atas nikmat dan karunia Allah Swt, menjaga lingkungan hidup dan memelihara hubungan baik dengan sesama makhluk ciptaan Allah Swt.

 

Jujur misalnya dengan mandiri dalam tes atau ujian sekolah tanpa menyontek dan plagiat, membayar jajan di koperasi dan kantin OASE (OSIS), melaporkan salat Duha atau tidak kepada petugas, menggunakan izin semestinya, memakai fasilitas seperlunya, tidak bermuka dua di hadapan siapapun, dan berani menerima resiko atas ketidakjujurannya.

 

Santun dengan menghormati orang yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, tidak merusak barang-barang pribadi dan lembaga, berbudibahasa yang sopan dan tidak juga dilebih-lebihkan, berpakaian yang rapi dan pantas.

 

Peduli dengan kepekaan hati pada lingkungan, meringankan tangan membantu orang lain tanpa mengharap imbalan, berbagi dengan lapang hati dan terlibat langsung dalam kegiatan sekolah dan asrama serta lingkungan sekitar.

 

Disiplin dengan berseragam lengkap, hadir tepat waktu, mengumpulkan tugas sesuai perjanjian, menggunakan atribut sekolah secara lengkap, dan mematuhi aturan-aturan sekolah dan asrama.

 

Sungguh-sungguh dengan menghadirkan jiwa dan raga di dalam kelas saat pelajaran, bukannya tidur atau menghayal, mendahulukan menghafal Qur’an dibanding ngobrol anime, pantang menyerah menguraikan rumus-rumus matematika yang belum ketemu jawabannya, bersabar puasa Senin Kamis dan berbahagia pada saat berbuka, serta bersabar dalam menuntut ilmu meski jauh dari keluarga.

 

Sampai di sini, interaksi dengan lingkup lebih luas secara global itu diperlukan latihan sejak dini dari sekolah, rumah dan diri kita sendiri. Kita belajar bahwa pemimpin-pemimpin negara-negara saat ini pasti dulunya adalah pembelajar-pembelajar yang telah menaklukkan dirinya sebelum menaklukkan dunia. Mereka menepis kemalasan, menjalani berbagai proses dan tempaan, serta bersabar dengan arahan para gurunya, dimulai dari diri sendiri, hal kecil, dan saat ini.

 

Bekal berupa keimanan, ketakwaan, kejujuran, kesantunan, kepedulian, kedisiplin, dan kesungguhan yang senantiasa ditanamkan pada setiap siswa SMART, yang mungkin sering disalahpahami sebagai sebuah paksaan, tidak lain diniatkan untuk kebaikan dan senjata untuk menjawab tantangan global.

 

 

Referensi:

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/02/26/indonesia-habiskan-hampir-8-jam-untuk-berinternet

https://kumparan.com/kumparantech/berapa-lama-orang-indonesia-pakai-internet-setiap-hari-1sm18OYziOQ

https://www.kominfo.go.id/content/detail/10862/teknologi-masyarakat-indonesia-malas-baca-tapi-cerewet-di-medsos/0/sorotan_media

https://tirto.id/jomo-atau-betapa-asyiknya-ketinggalan-zaman-eraw

 

Slide

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *