Memahami Diri Hindari QLC
Bogor – Menurut Nada Cinta Kasih, Penggita Keluarga Madaya Dompet Dhuafa sekaligus Guru di SMART Ekselensia Indonesia, usia–usia peralihan setelah lulus kuliah menuju dunia kerja membuat anak muda terjebak pada pola keseharian sehingga tidak ada motivasi bahkan merasakan kecemasan setiap saat. Nada mengatakan itu merupakan gejala Quarter Life Crisis (QLC).
Istilah QLC ngetren beberapa tahun terakhir, sebab QLC menandai episode/masa hidup seseorang di mana terasa lebih sulit, stres, tidak stabil, penuh kecemasan atau kebimbangan dalam hidupnya. “Gejala QLC dialami semua orang . QLC merupakan sebuah episode, maka ia harus selesai dalam jangka waktu maksimal sebelas bulan. Jika seseorang belum juga keluar dari masa krisisnya lebih lama dari waktu tersebut, mungkin saja ada yang salah terhadap seseorang tersebut dan perlu penanganan tenaga profesional,” ujar Nada.
QLC baru diperkenalkan awal abad ke-20 dan berkaitan erat dengan perkembangan teknologi. Anak–anak muda yang tinggal di lingkungan perkotaan serta memiliki akses internet cenderung mengalami rasa cemas. Perasaan ini secara tidak langsung timbul akibat tingginya aktivitas penggunaan media sosial.
“Ketika mereka melihat kehidupan orang lain di media sosial, secara tidak sadar mereka menjadikan yang dilihat sebagai standar. Mereka cenderung membandingkan diri dan menjadikan orang–orang ternama sebagai role model,” kata Nada. Ia menambahkan, Erik Erinson memiliki sebuah teori mengenai tahap perkembangan manusia, di mana setiap tahap memiliki tugas dan virtue yang ingin dicapai. Gejala QLC rentan menyerang pada tahap remaja dan dewasa muda (Indonesia memiliki rentang usia golongan remaja hingga 25 tahun). Dalam tahap remaja, psikososial krisis yang terjadi yaitu Identity vs Role Confusion. Setelah melalui tahap ini, diharapkan seorang manusia mampu mengenali dirinya sendiri, termasuk batasan diri dan apa yang menjadi value diri. Jika tidak, maka ia akan mengalami role confusion, atau kebingungan akan perannya dalam masyarakat. Jika usianya sudah melewati batas usia remaja dan belum bisa mencapai virtue yang seharusnya, maka beban tersebut akan dibawa saat ia menghadapi krisis psikososial di tahap selanjutnya. Dalam tahap dewasa muda, psikososial krisis yang terjadi yaitu Intimacy vs Isolation, dengan virtue yang dituju yaitu cinta. Dalam tahap ini manusia mulai memiliki hubungan lebih dengan seseorang dan menjalankan komitmen jangka panjang.
“Self-Awareness menjadi kunci penting untuk seseorang bisa melewati masa QLC mereka. Dengan merenung dan melihat kembali perjalanan hidup di masa lampau, kita dapat menganalisa bagaimana menghadapi masalah. Tanyakan kembali ke diri, value apa yang penting. Coba di-review, value mana yang penting namun sering dihiraukan. Berangkat dari situ, kita bisa merangkak ke luar dari episode QLC dalam hidup,” pesan Nada.